Pijakan Awal (Masuknya Islam ke Indonesia)
Hadirnya agama Islam di Indonesia jika di selusuri secara historis memang sangat kompleks, terdapat banyak masalah yang mengiringi pembahasannya, contohnya saja tentang sejarah dan perkembangan awal masuknya Islam di bumi Nusantara ini, akan tetapi ada ciri khas yang menonjol mengenai
tersebarnya Islam di Indonesia yaitu Islam masuk dengan cara damai berbeda dengan penyebaran Islam yang ada di Timur Tengah yang banyak di warnai dengan beragam ekspansi militer. Penyebaran Islam di Indonesia umumnya di bawa oleh para pedagang akan tetapi, yang di sayangkan di sini mereka yang aktif dalam penyebaran awal Islam tidak terangkum dalam catatan sejarah di tambah dengan luasnya wilayah teroterial Indonesia ketika itu yang memiliki banyak perbedaan kondisi dan situasi sehingga wajar jika banyak terjadi perbedaan pendapat tentang kapan, dari mana, dan di mana pertama kali Islam menginjakkan kakinya ke Indonesia.
Perbedaan pendapat tentang perjalanan awal Islam ke bumi nusantara dapat di klarifikasikan menjadi tiga bagian, secara garis besar: pertama, pendapat yang di pelopori oleh sarjana orentalis Belanda di antaranya adalah Snouck Hurgronje yang berpendapat bahwa Islam datang ke Indonesia sejak abad ke 13 M dari Gujarat (India) dengan di temukannya makam sultan yang pertama kali masuk Islam Malik as-Sholeh, raja pertama yang di kabarkan berasal dari Gujarat. Kedua, pendapat yang di wakili sarjana muslim, di antaranya Prof. Hamka dan teman-temannya yang menyatakan bahwa Islam sudah hadir di Nusantara sejak abad pertama Hijriah (sekitar abad 7 M) langsung dari Arab dengan bukti adanya jalur pelayaran yang ramai dan bersifat Internasional melaui selat Malaka yang menghubungkan Dinasti Tang di Cina (Asia Timur), Kerajaan Sriwijaya (Asia Tenggara) dan Bani Umayah di Asia Barat. Ketiga, pendapat yang di kemukakan oleh sarjana muslim kontemporer seperti Taufik Abdullah yang mencoba untuk mengkrompomikan antara kedua hal tersebut. Ia memandang bahwa Islam memang telah ada di Indonesia sejak abad pertama Hijriah akan tetapi hanya di anut oleh para pedagang Islam dari Timur Tengah yang bermukim di sekitar pelabuhan-pelabuhan. Islam baru berkembang serta menyebar secara besar besaran dan memiliki kekuatan politik sejak abad ke 13 ditandai dengan berdirinya kerajaan Samudra Pasai [1].
Islam dalam perjalanannya bukan hanya sekedar agama ataupun ritual ibadah dari keyakinan tertentu akan tetapi ajaran yang di bawanya telah jauh melampaui dari sekedar bidang ke agamaan saja, maka tak ayal jika Islam dapat menarik banyak simpati orang yang mengetahui ajaran agama ini, hal ini tentunya membuat perkembangan Islam sangat cepat dan pesat khususnya di tempat pertama kali penyebarannya di antaranya Makkah dan Madinah. Ajaran tentang islam yang berpadu dengan kultural budaya setempat membuat agama ini lambat laun membentuk suatu tradisi tersendiri yang membuat para pengikutnya mau mengorbankan diri mereka bagi tersebarnya ajaran ini.
Ekpedisi militer merupakan ciri khas bagi tersebarnya ajaran agama ini di tempat kelahirannya tersebut. Di antara ekspedisi tersebut yang termasuk gemilang adalah pembebasan semenanjung Liberia (Spanyol dan Portugis) serta penaklukan lembah sungai Indus (anak benua India sebelah Utara) yang terjadi di tahun 711 M di masa pemerintahan Khalifah Umawi al Walid ibnu ‘Abd Malik [2]. Penyebaran Islam terus berlanjut hingga masa yang berikutnya yakni masa kepemimpinan Daulah Abbasyah. Maka tak di sangsikan lagi bahwa wilayah kekuasaan Islam tentunya makin meluas seiring dengan ekspansi yang di lakukannya, selain itu banyak kegiatan yang berkaitan dengan pengetahuan di kaji secara besar-besaran yang di tandai dengan adanya banyak penerjemahan ilmu pengetahuan yang tidak di kaji dalam Islam sebelumnya seperti Metafisika, Falasafah, kedokteran dll, maka tak ayal jika Islam ketika itu (sekitar abad ke 8 dan 9 M/ 2 dan 3 H) pernah mengalami masa keemasannya.
Pertemuan budaya antar wilayah memberikan wajah baru bagi ajaran Islam yang seiring dengan waktu membentuk suatu pradaban megah Islam yang terdiri dari peradaban Islam Arab, Persi, India, Turki, Afrika Hitam, dan Arab Melayu, Indonesia termasuk dalam cabang peradaban Islam Arab-Melayu [3]. Kemunculan Islam di wilayah-wilayah tersebut banyak memberikan pengaruh yang besar sehingga tercipta suatu peradaban Islam yang tersendiri yang tetap mempertahankan ajaran dasarnya yang di satu sisi tetap memiliki ciri khas tersendiri sesuai dengan kultural wilayah tersebut, yang seakan-akan terdapat transformasi kebudayaan lokal setempat dengan ajaran agama Islam yang membentuk suatu tradisi yang khas.
Maka, tampillah yang secara tak langsung, untuk pertama kalinya di dunia suatu peradaban megah yang memberikan wajah baru bagi dunia ketika itu. Gema perkembangan Islam di abad ke 8 M terdengar keras ke Asia Tenggara (Indonesia) yang terbawa melalui jalur perdagangan. Para pedagang muslim yang umumnya berasal dari Arab, Persi, India dan Afrika di kabarkan telah melakukan perdagangan secara Internasional dan sampai ke tanah Indonesia sejak abad ke 7 M (1H) masa dimana Islam mulai berkembang. Indonesia juga ikut andil dalam jalur perdagangan Internasional ini, di zaman Sriwijaya pedagang Nusantara telah mengunjungi pelabuhan Cina dan Pantai Timur Afrika, maka tak ayal jika kerajaan Budhisme dan Hindusme tersebut di kenal megah dalam sejarah kerajaan Indonesia, interaksi yang sifatnya internasional melalui pedagang muslim ini yang mendorong Raja Sriwijaya mengirim surat kepada Mua’wiyah bin Abi Sofyan (41H/661M) dan Khalifah Umar bin Abd Aziz (99-102H/717-720M) [4]. interaksi tersebut menjadikan perekonomian Nusantara ketika itu meningkat yang merupakan hasil dari perdagangan maupun interkasi internasional tersebut. Menurut J.C Van Leur di perkirakan telah ada koloni Arab di Barat Laut Sumatra yaitu Barus. Namun, menurut Taufik Abdullah pada masa itu belum ada masyarakat Nusantara yang telah memeluk agama Islam, diduga para muslim tersebut adalah pedagang muslim luar yang tinggal sementara untuk berdagang. Menjelang abad ke 13 M barulah terlihat masyarakat muslim di Nusantara yakni di Samudra Pasai (Aceh), Perlak, Palembang, Leran (gersik) dll [5].
Pada akhir abad ke 13 M , ketika kerajaan Pasai mulai berdiri, kerajaan Islam di luar Nusantara sedang mengalami era kemunduran yang luar biasa. Dinasti Ammawiyah Andalus terdesak ke selatan, Dinasti Fatimiyah sedang mengalami kemunduran, berangsungnya perang Salib serta penghancuran Baghdad (Abbasiyah) oleh Hulaghu Khan. Maka secara tak langsung kemunculan kerajaan Samudra Pasai dapat di katakan sebagai arus balik yang di perankan oleh para pedagang muslim ketika terdengar kabar kehancuran Baghdad, aktifitas perdagangan ketika itu di alihkan ke arah Asia Selatan, Asia Timur dan Asia Tenggara, maka tak ayal jika Asia Tenggara menjadi bagian dari jalur perdagangan penting ketika itu [6]yang secara tak langsung menjadi cabang bagi peradaban Islam.
Tercatat dalam riwayat kerajaan yang menyebutkan bahwa terjadi perkawinan antara seorang saudagar dengan putri setempat. Di katakan bahea putrid Campa yang muslimah kawin dengan putra mahkota raja Majapahit yang melahirkan kerajaan Demak, kerajaan Islam pertama di Jawa. Maulana Ishak mengawini putri Blambangan yang melahirkan Sunan Giri dll. Ketika kerajaan Samudra Pasai terbangun, perkembangan Islam semakin pesat, pasalnya, sang raja yang muslim menjadikan istananya sebagai tempat berkumpul ulama-ulama dari Timur Tengah. kerajaan Pasai inilah yang mengirimkan mubaligh ke tanah Jawa, di antaranya adalah Maulana Malik Ibrahim yang berhasil mengislamkan Raja Malaka, Prameswara menjadi muslim yang bergelar Megat Iskandar Syah.
Samudra Pasai jatuh pada abad ke 14 M dan di gantikan oleh kerajaan Malaka sampai tahun 1511 M karna ketika itu Malaka di hancurkan oleh Portugis, maka kerajaan Islam setelah itu di lanjutkan oleh Aceh Darrusslam [7]. Para ahli berpendapat bahwa penyebaran Islam baru efektif sejak abad ke 15 M khususnya di Semenanjung Melayu Selatan dan di kota-kota pantai pulau-pulau besar [8]. Singkatnya Penetrasi Islam ke kawasan Asia Tenggara secara kasar dapat dibagi menjadi tiga tahap. Pertama di mulai dengan kedatangan Islam (abad ke 7 M) hingga masa ke emasannya dan kemerosostannya bersamaan dengan runtuhnya Kerajaan Besar Majapahit kurun abad ke 14-15 M. Kedua, sejak datang dan mapannya kekuasaan kolonialis Belanda di Indonesia, Inggris di Semenanjung Malaya, dan Sepanyol di Filipina hingga awal abad ke 19 M. Ketiga, di mulai sejak abad ke 20 M dengan terjadinya “liberalisasi” kebijakan pemerintah colonial, terutama Belanda di Indonesia [9].
Pengaruh Tradisi Islam atas Pemikiran Indonesia
Islam Indo-Melayu merupakan bagian integral dari kebudayaan islam secara keseluruhan, banyak fenomena dan ekspresi dari budaya Islam yang ada di wilayah tersebut. Munculnya dan perkembangan Islam di daerah tersebut menimbulkan trasnformasi budaya-budaya lokal yang mungkin sebagai refleksi dari pergantian agama, pasalnya Islam bukan hanya mengajarkan bagaimana meyakini sesuatu yang benar tetapi juga mencakup seluruh bidang kehidupan masyarakat muslim secara ideal. Revolusi keagamaan ini banyak memberikan pengaruh yang cukup besar bagi perkembangan Nusantara pada masa berikutnya.
Sebagai contoh, terjadinya perubahan pada pola kekuasaan yang menjelma menjadi kesatuan-kesatuan politik Islam dalam bentuk kesultanan-kesulatanan, selain itu agama Islam juga membawa pandangan-pandangan baru yang revolusioner untuk masa itu. Jika di lihat secara universal, maka Terdapat dua hal besar yang amat penting disini mengenai pengaruh Islam atas budaya lokal. Pertama, Islam berhasil meniadakan sistem kasta yang telah dianut oleh golongan Hindusme dan Budhisme ketika itu. Kedua, agama Islam telah melengkapi penduduk Nusantara khusunya para pedagang, dengan sistem yang berjangkauan Internasional , yang mampu mendukung kegiatan perdagangan dalam konteks ekonomi global yang saat itu berada dalam kekuasaan peradaban megah Islam [10]. Maka tak ayal jika secara tak langsung Islam telah membawa Nusantara kepada tradisi baru yang berbeda dari sebelumnya.
Kedatangan Islam yang beriringan dengan adanya kontak perdagangan secara Internasional di rasakan sangat memberikan kemajuan yang signifikan bagi Nusantara yang ketika itu (7-15 M) masih berada dalam kekuasaan Kerajaan Hindusme dan Budhisme, maka tak ayal jika Nusantara ketika itu menjadi terangkat posisinya dalam bidang perdagangan Timur-Barat. Muncul kota-kota di wilayah pesisir dan berkembang menjadi pusat perdagangan, kekayaan dan kekuasaan. Dalam konteks ini wilayah Nusantara bukan hanya menjadi bagian dari hubungan perdagangan internasional saja akan tetapi berelaborasi dengan budaya baru yang dibawa oleh pedagang tersebut yang umumnya berada dalam wilayah kekuasaan Islam yang kebanyakan komunitasnya adalah muslim [11]. Percampuran budaya yang berada dalam otoritas kekuasaan tradisi besar Islam tersebut lambat laun berubah menjadi kesatuan yang kelak membentuk suatu sistem kekuasaan kesultanan di Nusantara, maka dapat di katakan Islam telah memiliki kekuatan politik tersendiri di Nusantara yang beriringan dengan hubungan dagang internasional.
Selain dari bidang perdagangan, dari bidang bahasa, kosa kata Nusantara juga banyak terpengaruh dari budaya yang hadir melalui jalur dagang tadi. Kata-kata Arab yang terdapat dalam khazanah perbendaharaan Indonesia bukanlah di dapatkan langsung dari Arab melainkan dari Persi, hal ini di tandai dengan adanya kata adat, berkat, ibadat, kalimat, mufakat, nikmat dan zakat kata-kata yang aslinya berasal dari kata Arab yang menjelma dalam budaya Persi dan tertransformasikan ke Indonesia. Namun ada banyak kata Arab yang mempengaruhi kosa kata Indonesia yang umumnya terjadi sejak Indonesia mulai mengenal secara langsung Dunia dan bahasa Arab melalui kesatuan-kesatuan yang membentuk kekuasaan kesultananan yang awalnya hanya merupakan suatu hubungan dagang yang membawa Nusantara mengenal dunia lebih luas dan mencoba untuk mentransforamasikan pengetahuan tersebut kedalam budayanya.
Islam yang telah memiliki kekuatan politik ketika itu terus merambah ke penjuru Nusantara akibatnya terjadi perkembangan yang cukup pesat bagi masuknya agama Islam ke Nusantara, dalam waktu yang relatif singkat banyak masyarakat Nusantara yang telah menganut agama Islam dan Nusantara secara tidak langsung menjadi cabang dari peradaban Islam. Banyak terdapat perlawanan yang saling tarik-menarik antara tradisi lokal dan tradisi Islam, tercatat dengan adanya peperangan antara tradisi yang memperjuangkan nilai-nilai Islam dengan tradisi lokal seperti perang Aceh, perang Padri, yang terjadi sekitar abad ke 17 hingga 18 M selain itu banyak juga terjadi perlawanan terhadap kolonial Barat yang di pelopori oleh umat muslim yang telah memiliki kekuatan politik seperti yang terjadi di Sunda Kelapa. Singkatnya kedatangan Islam di Indonesia bukan hanya sekedar memberikan perubahan dalam bidang ke agamaan saja akan tetapi termsuk juga kehidupan praktis masyarakat Nusantara serta membawa tradisi berfikir yang berada dalam payung ke Islaman. Maka Islam telah membawa angin segar bagi Indonesia sejak awal kedatangannya membawa tradisi berfikir mengalihkan kebiasaan mitologi kepada sistem logosentris yang akhirnya secara tak langsung membentuk kedaulatan Indoneseia serta terus mengiringi pemikiran di Indonesia, dalam hal ini maka umumnya para pemikir yang ada di Indonesia merupakan suatu progam kelanjutan tak langsung dari budaya yang telah di ciptakan oleh tradisi Islam.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar