Rabu, 25 September 2013

Pengaruh Filsafat Yunani dalam Dunia Islam

            Filsafat Yunani yang masuk kancah pemikiran Islam melalui kegiatan penerjemahan yang diakui membuat perkembangan filsafat Islam semakin pesat, akan tetapi suatu kesalahan jika dikatakan bahwa pemikiran umat muslim hanya terjadi pasca kegiatan penerjemahan atau hanya berupa nukilan-nukilan dari filsafat Yunani yang terArabkan.
Perlu kita ketahui disini bahwa berguru tidak berarti meniru atau membebek belaka, harus dipahami bahwa budaya muslim menembus berbagai lapisan dimana ia bergumul dan berinteraksi, yang melahirkan banyak pemikiran-pemikiran baru, maksudnya jika dikatakan bahwa falsafah Islam merupakan jiplakan dari filsafat Yunani mengapa tidak dikatakan dengan hal yang serupa atas India dan Persia? Hal ini berarti bahwa transformasi dan peminjaman beberapa pemikiran tidak harus mengkonsekuensikan perbudakan maupun penjiplakan[1].

          Perjalanan Islam yang cukup panjang selama kurang lebih dari setengah abad sebelum mengenal pemikiran Yunani menunjukan bahwa telah ada system berfikir maupun pemikiran-pemikiran yang ditandai dengan adanya kegiatan pengkajian terhadap al Qur’an maupun para kaum teolog (kalam), ahli fiqh dll. Tentunya dalam perjalanan tersebut bukan berarti tidak ada konflik maupun pertentangan dan perbedaan dari perjalanan pemikirannnya yang kesemuannya pada dasarnya juga memberikan petunjuk bahwa sebelum Islam mengenal adanya logika dan filsafat Yunani telah ada model pemikiran filosofis yang dilakukan oleh umat muslim yang menyangkut persoalan-persoalan teologis dan kajian hukum yang secara tak langsung telah menyiapkan landasan dasar bagi diterima dan dikembangkannya logika dan filsafat Yunani dalam Islam[2]. Yang menjadi pertanyaan dari manakah sebenarnya pemikiran rasional filosofis dalam Islam berawal? Serta mengapa Islam tertarik untuk mempelajari filsafat Yunani!

               Pemikirann rasional-filosofis dalam Islam sebenarnya lahir bukan dari pihak lain akan tetapi dari kitab suci mereka sendiri dari al Qur’an, khususnya dalam kaitannya dengan upaya-upaya untuk menyesuaikan antara ajaran teks dengan realitas kehidupan sehari-hari. Pada masa sang pembawa risalah sebelumnya permasalahan dapat diselesaikan dengan mudah pertama dikarnakan keberadaan Nabi sendiri yang menjadi rujukan bagi setiap permasalahan lainnya bahwa daerah kekuasaan Islam yang ketika itu belum meluas jauh, yang secara langsung terdapat budaya dan kebiasaan yang berbeda dengan daerah yang telah dikuasai pada Zaman Nabi sebelumnya, yang secara tak langsung menimbulkan banyak persoalan yang semakin rumit yang menyangkut ajaran-ajaran Islam sendiri yang membuatnya harus dapat menyesuaikan atas keadaan yang serba baharu didaerah baru.

         Problematika, situasi kondisi maupun banyaknya pertentangan antara para ulama Islam membuat mereka secara tak langsung terdorong secara paksa untuk mengembangkan system pemikiran yang lebih relevan dan sistematis untuk membuktikan kebenaran yang ada dalam ajaran-ajaran yang terkandung didalamnya. Pada saat kebutuhan serta gairah untuk mencari pengetahuan tersebut filsafat Yunani hadir dalam kancah pemikiran Islam yang pertama kali dikenalkan oleh al Kindi. Kehadiran filsafat Yunani yang sistematis serta mendapat dukungan yang baik dari pemerintah ketika itu membuat filsafat Yunani menduduki posisi puncak dalam percaturan pemikiran Arab-Islam walaupun banyak penentangan yang didapatkan dari para kaum teolog maupun fiqh ortodoks seperi Ahmad bin Hanbal.

            Kehadiran fisafat Yunani amat bermanfaat bagi ajaran-ajaran Islam yang seakan-akan menjadi penyempurna bagi keberadan pemikiran Islam yang telah ada didalamnya jauh sebelum mengenal logika Yunani, membuat pemikiran yang ada dalam Islam menjadi lebih sistematis, lebih rasional yang mudah diterima maupun dibuktikan secara empiris-rasionalis. Inilah yang sebenarnya dikatakan bahwa Islam pada dasarnya membutuhkan filsafat Yunani untuk mengembangkan ajaran-ajarannya yang sesuai dengan desakan Zaman yang terus berjalan, yang menjadikan Islam dapat menyesuaikan dirinya dengan apa yang dibutuhkan oleh zaman yang terus berubah dari budaya maupun system pemikirannya. Menyesuaikan disini bukan diartikan dengan berubahnya ajaran-ajaran Islam oleh mobilisasi zaman akan tetapi Islam harus membuat bentuknya yang baru tanpa merubah ajaran yang substansial yang telah mutlak didalamnya untuk menyesuaikan diri dengan kegiatan-kegiatan serta desakan-desakan pemikiran yang ada pada zaman yang ada ketika itu

[1] A. Khudori Soleh. M.Ag., Wacana Baru Filsafat Islam., Pustaka Pelajar, February 2004., Hal: XV

[2] W. Montgomery Watt., Study Islam Klasik (Wacana Kritik Sejarah)., Pt.Tiara Wacana, yogya 1999., Hal: 81

0 komentar:

Posting Komentar

Cute Purple Pencil